Wednesday, 9 January 2013

Sampang


 Sampang merupakan satu dari bermacam-macam jenis pertikaian yang ada di Indonesia. Tawuran antar pelajar, tawuran antar desa, ini adalah contoh kecil dari banyak kekacauan yang terjadi pada masyarakat Indonesia.  Banyak pendapat dari berbagai sudut pandang menyoroti masalah ini. Tapi apakah benar kasus Sampang hanya masalah cinta antara 2 insan manusia yang berbeda mazhab? Atau memang benar kasus Sampang adalah kasus SARA dan HAM?
Kita sebagai masyarakat awam dan penulis sebagai mahasiswa mungkin tidak mengetahui detil perkaranya, karena kita adalah orang luar yang hanya mengetahui dari media.
Penulis berpendapat bahwa masyarakat Indonesia dan masyarakat Sampang khususnya sebenarnya kasus Sampang tidak harus terjadi jika, seandainya masyarakat Sampang cerdas secara emosional, cerdas secara spiritual dan cerdas secara intelektual.
Kita bisa lihat seberapa tinggi tingkat pendidikan yang dapat dicapai oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sampang khususnya. Karena sekecil apapun pengaruh tingkat pendidikan, cerdas secara intelektual memegang peranan penting dalam menyikapi suatu masalah. Karena emosional, spiritual dan intelektual adalah hal yang memang tidak dapat dipisahkan dari seorang manusia.
Ketiga elemen tersebut memang seharusnya dimiliki setiap manusia untuk dapat bersosialisasi dengan manusia lainnya. tetapi bagaimana kita dapat mencapai minimal 1 elemen yaitu cerdas secara intelektual, jika ternyata pemerintahpun kurang memperhatikan sector kependidikan, kita dapat lihat bagaimana daerah-daerah terpencil atau bahkan daerah yang bukan kota besar mendapatkan servis pendidikan yang kurang memadai.
Tapi ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi tugas kita juga sebagai masyarakat intelektual khususnya mahasiswa untuk melakukan sebuah perubahan. Mungkin bukan sebuah perubahan yang besar, tapi sebuah perubahan kecil dari diri kita sendiri yang mau bergerak dan bertindak untuk kemajuan negeri kita tercinta Indonesia.

Wednesday, 2 January 2013

Sondang Hutagalung = Burning Monk, Self Immolation (1963) ?


Masih banyak tanda tanya untuk kematian Sondang Hutagalung, untuk tujuan apa sebenarnya dia (Sondang) melakukan aksi bakar diri. Beberapa pakar psikologi berpendapat bahwa dia mengalami depresi berat, ada pula yang beranggapan bahwa dia mengalami kekecewaan yang amat sangat.
Sebenarnya untuk tujuan apa dia melakukan aksi bakar diri tersebut?
Dalam pikiran kita, terlebih orangtua, pasti tidak ingin hal itu terjadi. Masih ada jalan lain untuk dapat ber-aksi atau berdemo. Bakar diri merupakan hal yang sangat ekstrim, lebih ekstrim daripada menjahit mulut, sebagai bentuk protes.
Apakah membakar diri pantas dilakukan untuk suatu bentuk protes terhadap hal yang sampai saat ini pun
kita tidak tahu untuk apa.








Kasus ini pernah ada sebelumnya pada tahun 1963 di Saigon, Vietnam pada tanggal 11 Juni tahun 1963, atas nama biksu Thich Quang Duc. Dia (Thich) membakar dirinya sendiri atas protes terhadap ketidakbebasan dalam menyebarkan agamanya.
Apakah Sondang melakukan hal yang sama dengan biksu tersebut? Melihat Indonesia pun sama-sama tidak dapat bebas dalam beribadah?
*justmysimplemind*

The Help

Film ini baru saya tonton kemaren (1 Januari 2013), dan waw mantap!
Film yang mempunyai setingan sekitar tahun 60an ini menceritakan tentang rasisme di Amerika, khususnya di daerah Missisippi.
Seorang wanita yang bernama Aibleen Clark (Viola Davis) menjadi pembantu rumah tangga di sebuah keluarga kulit putih. Juga teman gerejanya Minny Jackson (Octavia Spencer) yang bekerja pada keluarga kulit putih mengalami kejadian-kejadian yang membuat kita berpikir bahwa kita pun saat ini masih rasis, walaupun kadang-kadang kita tidak menyadarinya.
Juga seorang wanita kulit putih yang membantu Aibleen dan Minny, yang bernama Skeeter Phelan (Emma Stone).
Serta pembantu kulit hitam lainnya yang mengalami sebagian besar mengalami hal yang sama dengan Minny dan Aibleen.
Walaupun ada juga orang-orang kulit putih yang tidak memandang ras.
Dari film ini saya pribadi menyadari bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari dakang kita rasis, bahkan dengan orang yang dekat dengan kita. Contohnya teman kita pesek, kita kadang-kadang mengejek, walaupun teman kita hanya menganggap itu sebuah gurauan atau candaan.
Bersikap seperti itu membuat kita 'shallow' atau dangkal seperti orang-orang yang tidak berpendidikan.
Ada kalanya teman atau saudara kita merasa rendah diri saat kita bergurau rasis, oleh karena itu sebisa mungkin hindari candaan atau gurauan yang berbau ras, fisik.